Minggu, 21 Agustus 2016

aku dan Dia

                                                     

Artikel yang saya baca hari ini mengingatkan saya tentang kisah Hanum Salsabiela Rais di dalam bukunya yang berjudul “Berjalan di Atas Cahaya”.  Di sana Hanum menceritakan percakapannya dengan Gloriette, seorang teman satu flat di Linz, Austria. Gloriette/Glory selalu mengajak Hanum untuk bermeditasi. Bagi Glory, meditasi adalah cara dia bertemu Tuhan. Glory bercerita bahwa saat seseorang melakukan meditasi maka  orang itu akan mengalami 4 fase, yaitu:

1.    Fase Pertama

Mata telah tertutup rapat, tapi masih bisa mendengar apa yang terjadi di sekelilingnya. Jika terus berkonsentrasi pada 1 titik, maka seseorang akan masuk ke fase kedua.

2.    Fase Kedua

Pada fase ini seseorang mengalami penyatuan, tetapi masih dalam keadaan sadar. Hati, badan, dan otak terkonsentrasi pada 1 titik.

3.    Fase Ketiga

Pada fase ini, jika seseorang terus berkonsentrasi maka seseorang seperti berjalan terus dan terus. Orang tersebut merasakan peluh dan keringat mulai bercucuran di sekujur tubuh, tetapi dia menerimanya dalam pikiran bahwa saat itu seperti pancuran air yang memancar dari tepian gerbang.

4.    Fase Keempat

Merupakan fase bertemu dengan Dia



Artikel yang saya baca berisi tentang kekhusyukan dalam menjalankan ibadah sholat.  Seperti fase-fase pada meditasi, maka tingkatan kekhusyukan masing-masing orang juga berbeda-beda. Apakah kita benar-benar menjalankan ibadah sholat atau hanya menjadikan ibadah sholat sebagai aktivitas rutin setiap harinya tanpa disertai dengan kekhusyukan? Dalam hal ini akan dipaparkan lima kedudukan manusia dalam sholat:

-     Pertama (sholatnya seperti hukuman)

Sholatnya orang yang tergesa-gesa. Berwudhu dengan tergesa-gesa, sholat tidak tumakninah, tidak memperhatikan syarat dan rukun sholat. Hal ini sama saja dengan mendzalimi dirinya sendiri karena kebutuhan ruhaninya untuk tenang bersama Rabbnya tidak ia penuhi

-     Kedua (sholatnya adalah untuk muhasabah diri)

Mereka yang menjaga waktunya, hukum-hukumnya, dan rukun-rukunnya secara dzahir. Akan tetapi mereka tidak bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan hatinya agar bebas dari keraguan dan kelalaian.

-     Ketiga (sholatnya adalah tebusan atas dosa-dosanya)

Mereka yang menjaga waktunya, hukum-hukumnya, rukun-rukunnya, dan bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan hatinya agar bebas dari keraguan dan kelalaian. Dalam sholatnya mereka sibuk berjuang agar dosa yang dilakukannya tidak sampai mengganggu sholatnya

-     Keempat (sholatnya adalah penambah pahala dan kebaikan)

Mereka yang menjaga waktunya, hukum-hukumnya, syarat dan rukunnya, hatinya sibuk mengawasi sholatnya agar sesuai hukum dan rukun-rukunnya.

-     Kelima (sholatnya adalah penghubung dengan Rabbnya)

Sama seperti yang keempat. Bersamaan dengan itu hatinya seakan telah terbawa di antara genggaman Allah. Ia seakan melihat Allah dengan hatinya.  Oleh karena itu sholat menjadi penyejuk pandangan baginya.





Referensi:

1.       Buku Berjalan di Atas Cahaya (Kisah 99 Cahaya di Langit Eropa) karya Hanum Salsabiela Rais dkk.

2.       Majalah Nurul Hayat Edisi 151 Agustus 2016.